TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN DEMI MEWUJUDKAN EKONOMI RAKYAT DALAM INVESTASI JANGKA PANJANG
TUGAS KELOMPOK
AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH 2A
DISUSUN OLEH
1. ANDREAS ADI DARMAWAN ( 25209783 )
2. TAUFIQ RACHMAN ( 20209760 )
3. YUDHISTIRA NURNUGROHO ( 21209801 )
KELAS 2 EB 19
PROGRAM SARJANA AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011
DEFINISI INVESTASI
Di bidang perekonomian, kata investasi sudah lazim di pergunakan dansering diartikan sebagai penanaman uang dengan tujuan mencari untung. Dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, kata investasi diartikan lebih jelas, yaitu penanaman uang atau modal di suatu proyek atau perusahaan dengan tujuan untuk mencari untung di masa yang akan datang.
Di Indonesia, topik investasi sudah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 13) Investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accreation of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, deviden, dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan.
Dilihat dari segi waktu (lamanya), investasi dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Investasi Lancar yaitu investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama setahun atau kurang.
2. Investasi jangka panjang adalah investasi selain investasi lancar.Perusahaan melakukan investasi dengan alasan yang berbeda-beda.
Bagi beberapa perusahaan, aktivitas investasi merupakan unsur penting dari operasi perusahaan, dan penilaian kinerja perusahaan mungkin sebagian besar, atau seluruhnya bergantung pada hasil yang dilaporkan mengenai aktivitas ini.
Beberapa perusahaan melakukan investasi sebagai cara untuk menempatkan kelebihan dana dan beberapa perusahaan lain melakukan perdagangan investasi untuk mempererat hubungan bisnis atau memperoleh suatu keuntungan perdagangan.
Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa hutang, selain hutang jangka pendek atau hutang dagang, atau instrumen ekuitas. Pada umumnya investasi memiliki hak finansial, sebagai berwujud seperti investasi tanah, bangunan, emas, berlian, atau komoditi lainyang dapat dipasarkan.Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar yang aktif yang dapat membentuk nilai pasar. Untuk jenis investasi tersebut nilai pasar digunakan sebagai indikator penetapan nilai wajar.
Sedangkan untuk investasi yangtidak memiliki pasar aktif, cara lain digunakan untuk menentukan nilai wajar. Atas dasar seluruh uraian di atas maka akhirnya dapat disimpulkan bahwa hakekat investasi jangka panjang adalah:
a. Bagian dari aktiva perusahaan,
b. Ditanamkan dalam bentuk tertentu,
c. Dimaksudkan untuk mencari keuntungan/menambah kekayaan atau untuk tujuan lainnya.
d. Dalam waktu lebih dari satu tahun.
· TUJUAN INVESTASI JANGKA PANJANG
Suatu perusahaan melakukan investasi jangka panjang tentunya didasarkan pada tujuan tertentu yang kemungkinan berbeda dengan perusahaan lain. Dalam uraian di depan telah disebutkan bahwa salah satu tujuan investasi adalah untuk mencari keuntungan. Secara umum tujuan investasi memang mencari untung, tetapi bagi perusahaan tertentu kemungkinan ada tujuan utama yang lain selain untuk mencari untung.
Dari tulisan para ahli, diperoleh informasi bahwa pada umumnya tujuan investasi adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperoleh pendapatan yang tetap dalam setiap periode, antara lain seperti bunga, royalti, deviden, atau uang sewa dan lain-lainnya.
b. Untuk membentuk suatu dana khusus, misalnya dana untuk kepentinganekspansi, kepentingan sosial.
c. Untuk mengontrol atau mengendalikan perusahaan lain, melalui pemilikan sebagian ekuitas perusahaan tersebut.
d. Untuk menjamin tersedianya bahan baku dan mendapatkan pasar untuk produk yang dihasilkan.
e. Untuk mengurangi persaingan di antara perusahaan-perusahaan yangsejenis.
f. Untuk menjaga hubungan antar perusahaan.
· BENTUK-BENTUK INVESTASI JANGKA PANJANG
Ada banyak pilihan bagi perusahaan untuk menetapkan bentuk investasi jangka panjangnya. Ada perusahaan yang memilih investasi pada tanah atau bangunan (bukan untuk operasi perusahaan) yang disebut dengan investasi properti. Ada juga yang memilih investasi dalam bentuk tabungan atau deposito, atau pilihan investasi yang lain yaitu pembelian saham atau obligasi.
Investasi jangka panjang dapat dilakukan perusahaan dalam bentuk obligasi atau saham. Apabila diperbandingkan, kedua bentuk investasi tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Investasi jangka panjang dalam obligasi memberikan jaminan yang pasti atas penerimaan bunga selama kurun waktu tertentu. Bila tingkat bunga di pasaran menurun, tingkat bunga obligasi tidak berubah karena tingkat bunganya sudah ditetapkan dalam perjanjian awal. Di lain pihak, investasi jangka panjang dalam saham akan memberikan penghasilan yang lebih tinggi daripada tingkat bunga obligasi, apabila perusahaan mendapat keuntungan yang tinggi dan sebaliknya.
· LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Investasi Jangka Panjang masih Terhambat Suku Bunga Menko Perekonomian berharap bertahannya BI rate dapat mendukung iklim investasi di Indonesia. Pemerintah berharap dengan ditahannya suku bunga acuan (BI rate) di kisaran 6,5%, perbankan bisa menurunkan suku bunga kreditnya untuk lebih menggerakkan sektor riil. Dengan bertumbuhnya sektor riil, iklim investasi di Indonesia akan semakin tinggi. Hal tersebut mendukung asumsi pemerintah untuk pertumbuhan investasi di 2010 sebesar 7%.
Namun, rendahnya suku bunga, dalam pandangan Sigit, tidak menjamin pergerakan signifikan dari investasi pada bidang riil. Masih banyak investasi yang berstatus menganggur atau idle di pasaran. Kredit yang ada di pasaran yang belum ditarik oleh pemiliknya mencapai Rp270 triliun. Karena itu, ada faktor lain yang tampaknya perlu diperbaiki untuk meningkatkan investasi yaitu infrastruktur.
PEMBAHASAN
IKATAN INVESTASI DALAM PERUSAHAAN
Dalam dekade 1990-an hingga awal 2000-an isu mengenai penerapan “Corporate Social Responsibilty/CSR” atau “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan” telah berkembang menjadi diskursus yang penting antara pemerintah, perusahaan-perusahaan besar dan masyarakat sipil. Perkembangan diskursus tersebut dilatarbelakangi oleh meningkatnya tekanan terhadap perusahaan-perusahaan multinasional di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa.
Tekanan yang berasal dari masyarakat dan pemerintah mendesak agar terjadi keseimbangan antara orientasi bisnis dengan kepedulian atas kondisi sosial dan lingkungan. Tentu saja tekanan yang muncul sangat berkaitan dengan keberagaman kepentingan yang melatarbelakanginya. Tetapi terdapat satu kesamaan mendasar dari kepentingan-kepentingan tersebut, yaitu adanya pertanggungjawaban perusahaan atas segala aktivitas bisnisnya terhadap masyarakat dan lingkungan. Diskusus yang berkembang akhirnya mengerucut pada tiga kelompok pemikiran yang masing-masing kelompok mendasarkan pemikirannya pada pengalaman dan praktik-praktik CSR yang berlangsung selama ini.
Tiga kelompok pemikiran tersebut adalah :
1. Kelompok pertama, Neo-liberal yang memfokuskan pandangannya tentang CSR sebagai inisiatif melaksanakan CSR yang datang dari perusahaan sendiri berdasarkan pada kondisi risiko bisnis dan penghargaan publik terhadap kegiatan CSR yang telah dilaksanakan.
2. Kelompok kedua, State Led yang memusatkan pemikirannya pada peranan negara dan pemerintah di tingkat nasional maupun internasional dalam menjalankan program-program CSR melalui penerapan regulasi-regulasi dan kerjasama baik unilateral maupun multilateral.
3. Kelompok ketiga, Jalur Ketiga yang memfokuskan pemikirannya pada peranan organisasi-organisasi nirlaba maupun berorientasi pada profit dalam melaksanakan program-program CSR.
Dari berbagai pengalaman yang berkembang selama ini, praktik-praktik CSR umumnya berdasarkan pada nilai-nilai etis dan penghargaan perusahaan terhadap keberadaan serta peranan seluruh tenaga kerja, masyarakat, lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Karena itu, seringkali CSR dapat dijelaskan sebagai, “Pengambilan keputusan bisnis yang dikaitkan secara langsung dengan nilai-nilai etis, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, serta penghargaan atas keberadaan dan peranan tenaga kerja, masyarakat, dan lingkungan.”
Mengacu pada praktik serta pengalaman penerapan CSR, definisi lain mengenai CSR yang digagas oleh Holmes dan Watts cukup representatif untuk menjelaskan maksud CSR sebagai suatu, “Komitmen perusahaan yang berkelanjutan untuk selalu bertindak etis dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi sembari meningkatkan kualitas hidup para karyawan dan keluarganya, komunitas lokal maupun masyarakat luas.”
· DEFINISI DAN MANFAAT CSR
Dalam 38 tahun terakhir, telah banyak perusahaan multinasional di negara-negara Uni Eropa (UE) yang menyadari bahwa CSR merupakan petunjuk yang sangat rasional dalam melakukan aktivitas bisnis. Sebagai contoh, dalam laporan tahunannya Siemens AG secara khusus menegaskan komitmen globalnya untuk mewujudkan tanggung jawab sosial di seluruh wilayah opersinya. Pada tahun 2001, di Eropa satu dolar dari setiap delapan dolar dana investasi masyarakat profesional yang ditempatkan pada perusahaan dana pensiun, reksadana, dan yayasan-yayasan telah diinvestasikan pada lembaga-lembaga penyelenggara CSR. Angka perbandingan ini telah jauh lebih baik dibandingkan kondisi pada tahun 1995, di mana investasi sosial ini baru terjadi pada satu dolar dari setiap 10 dolar investasi masyarakat profesional.
Di sisi lain, pemerintah negara-negara Eropa baik secara sendiri-sendiri maupun secara multilateral telah mengembangkan berbagai kebijakan yang luas untuk mengatur serta mendorong penerapan CSR. Dan sebagai hasilnya, saat ini pemerintahan maupun para eksekutif perusahaan di negara-negara Eropa telah melihat manfaatnya terhadap efektivitas pengelolaan perusahaan.
Pengalaman di Eropa menunjukkan bahwa melalui CSR perusahaan-perusahaan dapat lebih efektif mengelola dampak sosial dan lingkungan terhadap masyarakat lokal dan lingkungan alam di mana perusahaan itu beroperasi, maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, juga berkembang kenyataan bahwa masyarakat akan memberikan penghargaan atas kinerja perusahaan dalam mewujudkan kepedulian dan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sosial dan lingkungan alam.
Berdasarkan dua definisi tersebut, maka pada dasarnya tujuan utama suatu perusahaan yang selama ini diyakini semata-mata untuk meningkatkan nilai keuntungan pemegang saham tidak lagi sepenuhnya dapat dibenarkan. Sebab tujuan utama tersebut dapat berakibat pada pengabaian eksistensi para pemangku kepentingan (stakeholders) lain terutama karyawan, masyarakat lokal, bangsa dan negara, kepentingan lingkungan, maupun generasi selanjutnya.
· MODAL SOSIAL MASYARAKAT DAN REGULASI
Bila CSR benar-benar dijalankan secara efektif maka dapat memperkuat atau meningkatkan akumulasi modal sosial dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modal sosial, termasuk elemen-elemennya seperti kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong royong, jaringan dan kolaborasi sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Melalui beragam mekanismenya, modal sosial dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan publik, meluasnya partisipasi dalam proses demokrasi, menguatnya keserasian masyarakat dan menurunnya tingkat kekerasan dan kejahatan.
Tanggung jawab perusahaan terhadap kepentingan publik dapat diwujudkan melalui pelaksanaan program-program CSR yang berkelanjutan dan menyentuh langsung aspek-aspek kehidupan masyarakat. Dengan demikian realisasi program-program CSR merupakan sumbangan perusahaan secara tidak langsung terhadap penguatan modal sosial secara keseluruhan. Berbeda halnya dengan modal finansial yang dapat dihitung nilainya kuantitatif, maka modal sosial tidak dapat dihitung nilainya secara pasti. Namun demikian, dapat ditegaskan bahwa pengeluaran biaya untuk program-program CSR merupakan investasi perusahaan untuk memupuk modal sosial.
Dalam jangka panjang, pemupukan modal sosial tersebut akan memberikan manfaat positif bagi perusahaan maupun masyarakat secara umum. Harmonisasi hubungan perusahaan dengan masyarakat akan terlihat dari keserasian kehidupan sosial di lingkungan sekitar aktivitas perusahaan. Selain itu akan terbangun kohesifitas yang sangat kuat antara perusahaan dengan masyarakat. Kohesifitas yang kuat akan memunculkan kolaborasi sosial yang erat antara perusahaan dengan masyarakat. Sehingga, masyarakat akan merasakan kepentingannya terusik apabila keberadaan perusahaan mendapatkan gangguan atau masalah.
Pemupukan modal sosial tersebut juga dapat membantu mempercepat perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Harmonisasi hubungan sosial perusahaan dengan masyarakat dapat terwujud bila perusahaan dapat secara langsung maupun tidak langsung menikmati manfaat ekonomi dari keberadaan perusahaan. Dalam konteks ini, apabila program CSR dapat secara riel meningkatkan kualitas modal sosial, maka dapat diartikan pula bahwa telah terjadi perbaikan kondisi perekonomian masyarakat.
Sebagai salah satu elemen yang dapat menjadi faktor utama pembentuk modal sosial, perusahaan dengan program-program CSR-nya jelas tidak berdiri sendiri. Bagaimanapun, modal sosial tidak hanya dibentuk oleh faktor tunggal atau pelaku tunggal. Harus ada partisipasi aktif dari berbagai elemen lain yang keberadaannya mempengaruhi pembentukan dan pemupukan modal sosial tersebut. Kolaborasi sosial dari berbagai pihak yang terjadi secara simultan dan berkelanjutan akan memungkinkan terbentuknya modal sosial yang solid dan lestari.
Agar peran CSR dalam membentuk modal sosial dapat berlangsung secara efektif, maka diperlukan peran pemerintah untuk mempengaruhi secara positif tumbuhnya kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong royong, partisipasi, jaringan, kolaborasi sosial, dalam suatu komunitas. Modal sosial yang tumbuh dan berkembang dengan baik akan mempercepat keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan sosial dan kesejahteraan.
DAFTAR PUSTAKA
· Jurnal Elcendikia Edisi 7 Vol.III No.1 Juni 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar